Rabu, 08 Desember 2021

Ibu dan Anak Perempuannya - Bagian Dua

 Negatif yang Positif (3) 

Seri Anak dan Orang Tua


"Dari mana aja? Kenapa baru pulang?" sapa ibu dengan nada bicara tinggi. 

Si anak perempuan diam sambil melepas sepatunya. 

"Aku di kampus. Tadi pagi aku sudah izin kan?" sahut si anak. 

"Kamu nggak lihat, ini jam berapa? Udah malam ini! Jam sebelas malam!" tegas ibu dengan nada tinggi sambil berkacak pinggang. 

"Iya, Bu. Acaranya baru selesai. Aku langsung pulang ini, nggak mampir-mampir," balas si anak. 

"Kamu pikir, enak gitu jadi ibu? Diam di rumah, santai. Enggak! Kalau orang2 nggak di rumah, belum pulang juga padahal udah lewat jam, ibu khawatir!" jelas ibu masih berapi-api. Dadanya sesak menahan amarah. 

Si anak menghela napas. Di satu sisi merasa bersalah, di lain sisi memang tidak bisa berbuat apa-apa. 

"Kirim SMS kan bisa? Ibu telepon kamu tapi nggak diangkat! DiSMS juga nggak dibalas! Maumu apa? Dibiarkan gitu aja? Dilepas? Nggak mau diatur2?"

"Aku di jalan, Bu."

"Ngebantah terus! HPmu itu dibuang aja kalau nggak berguna."

Si anak menghela napas. Ibunya benar. Apa susahnya memberi kabar jika akan pulang lewat pukul sembilan malam? 

Ya, apa susahnya? Berkabar ke orang lain bisa, tapi ke keluarga sendiri lupa.

Ibu dan Anak Laki-lakinya

 Negatif yang Positif (2) 

Seri Anak dan Orang Tua


"Ibu. Ibu bangga nggak, sama aku? Aku jadi pelatih lho, sekarang," anak laki-laki bertanya dengan nada riang sambil memakai seragam kebanggaannya, lengkap ikat pinggang yang menandai statusnya sekarang. 

"Nggak," pekik ibu singkat. 

Hati saya mencelus. 

Wajah anak itu langsung muram. 

"Nggak bangga sama sekali!" ibunya menegaskan. 

Dada saya melesak. 

Anak itu menunduk lesu. Seakan menyiratkan jika kata yang diharapkannya tidak berhasil didapatkan. 

Saya ... merasa tahu bagaimana perasaan si anak. Pasti jauh lebih buruk dari yang saya rasakan.

Anak itu masih bergeming di depan ibunya. 

Dalam hati saya bilang, "Ibumu bohong! Jangan percaya. Dia pasti bangga! Hanya saja, ibumu tidak menggunakan kalimat positif. Kadang ucapan orang tua itu munafik! Suatu saat, kamu akan menyadarinya; ibumu bangga, tetapi dengan penyampaian yang berbeda."

Ibu dan Anak Perempuannya

Negatif yang Positif (1) 

Seri Anak dan Orang Tua


"Sampai berkali-kali pun kamu ikut kejuaraan, kamu nggak akan pernah juara kalau lemot terus!" ibu membentak anak perempuannya. 

Si anak diam. Seakan membenarkan ucapan ibunya bahwa dirinya memang lemot. Namun, di dalam hati si anak, diam-diam bersumpah akan membungkam mulut ibunya dengan banyaknya gelar juara yang diraih di masa depan nanti. 

Si anak terus berupaya untuk lebih cekatan. Beberapa tahun kemudian, dia berhasil meraih juara, juga mentraktir makan ibu, ayah, juga adiknya menggunakan uang saku dari hasil kejuaraan yang diikutinya. 

Anak itu tersenyum penuh makna. Dia menang telak. Ibu juga menang karena berhasil membarakan semangat anaknya. Dalam hati anak itu berujar, "Ibu... negatif yang positif. Ibu sayang dengan cara yang berbeda."

Janji yang Teringkari, Bisakah Ditebus Kembali?

Siapa yang pernah berjanji tapi lupa menepati? 
Siapa yang tidak sengaja berjanji tapi dengan atau tanpa sengaja mengingkari? 

Saya pernah dalam dua kondisi tersebut. Kadang, janji yang sudah lama dibuat, bisa tiba-tiba batal di hari ketika janji itu harus ditepati. 
Dulu, saya sangat kesal, tidak terima, dan akan mengomel jika mendapat perlakuan seperti itu dari orang lain. 
Namun, belakangan, setelah saya tidak menepati janji yang telah dibuat, saya sadar bahwa... Ada hal-hal tidak terduga yang tidak bisa dikendalikan oleh diri sendiri. 
Selain itu, saya juga sadar bahwa... Mungkin dengan cara itu, Tuhan sedang menyelamatkan saya (atau kita) dari maut. 

Semakin ke sini, saya berusaha untuk belajar lebih bisa memahami apa yang sedang terjadi, bagaimana keadaannya: apakah memungkinkan, kemudian baru memutuskan akan bertindak seperti apa. 

Janji yang tidak ditepati memang bisa berakibat fatal karena maaf saja tidak cukup ampuh. Kata maaf tidak bisa mengganti waktu, tenaga, dan juga pikiran yang tercurah untuk yang sedang menunggu dijemput atau di lokasi. Sekali lagi, kata maaf saja tidak cukup ampuh. 

Aku Melepasmu

Kupikir, ini adalah saat yang tepat

Juga rasa yang tepat

Untuk memupukmu lebih rajin lagi 

sehingga akan tumbuh subur


Namun ternyata

Saudara perempuan dari jauh

Mengingatkanku

Mengapa bersandar pada yang rapuh

Jika ada yang Maha Kuat? 

Aku tertampar


Kemudian

Orang dekat yang lain membicarakanmu

Membuatku berpikir bahwa

Memang betul ceritanya

Dan, kamu memang begitu adanya

Ke mana saja aku selama ini? 

Aku tertampar lagi


Lalu kamu tiba-tiba datang

Menyapa, dan seakan memberi harapan

Namun ternyata, aku masih buta

Sampai akhirnya kamu sendiri yang menunjukkan kepadaku

Dadaku melesak

Sungguh sesak


Aku sadar

Ternyata betul

Aku bersandar pada yang rapuh

Bagaimana mungkin, aku bisa lupa kepada Tuhan? 


Sejak hari itu

Aku memutuskan

Aku melepasmu

Pergilah ke mana pun kau mau

Aku melepasmu


Kalau kau tak mau lepas

Tenang saja

Tuhan akan membantu

Menguatkan bahuku

Meluaskan pikirku

Menentramkan hatiku

Mendamaikan perasaanku


Sebab nyatanya

Kamu memang seberat itu

Wahai masalah

Aku melepasmu

Kuserahkan kau

Kepada Tuhanku

Tuhan akan selalu menguatkanku


Seberat apa pun kamu membebaniku

Aku tidak akan pernah menyerah

Aku akan menakhlukkanmu

Wahai masalah yang ada-ada saja setiap harinya

Sebagian 2025

Awal tahun 2025 menjadi pembuka untuk memulai pelajaran baru, dalam rangka menambah kemampuan. Kali ini dimulai dengan mengikuti workshop pe...