Minggu, 15 November 2015
"Bersyukurlah!"
Matanya berkedip dengan jeda durasi panjang. Pikirannya terasa teramat hampa, hati, jiwa serta semangatnya terasa hambar tak berupa, tak berpancar bagai rembulan di tengah gelapnya malam. Entah hal apa yang membuatnya termenung dan terpaku pada langit-langit kamarnya yang tidak beraturan warnanya.
Perlahan, raut wajahnya mengering seolah kipas angin yang menempel di dinding benar-benar telah menyihirnya menjadi batu. Tubuhnya sama sekali tak bergerak kecuali matanya yang terus berkedip, dada dan hidung yang mengembang-kempis serta embusan napas yang mengalun tiap detik.
Entah apa yang tengah dilakukannya. Mungkinkah si gadis berambut sebahu, berparas manis, dan berkulit kekuningan ini sedang memikirkan atau bahkan mengkhayalkan sesuatu yang akan terjadi atau justru mengada-ada dengan merekayasa kenyataan esok atau bahkan suatu hari nanti.
Sudah hampir dini hari, ia masih tetap terjaga. Padahal kedua orang tua serta adiknya telah tertidur pulas tanpa tahu menahu si kakak yang masih terjaga di kesunyian malam.
Satu
Sepanjang jalan tikus itu di penuhi dengan rumah-rumah yang bersebelahan dan juga berseberangan. Rumah sederhana yang berada di tengah jalan tikus itu nampak sunyi setelah sang ayah dan si kakak pergi ke tujuan masing-masing. Sementara si adik baru saja bersiap-siap untuk pergi diikuti pula sang ibu yang juga bergegas berbelanja ke pasar di ujung jalan raya seberang.
Caca, nama gadis itu. Ia duduk di bangku kelas 2 SMA di SMA Nisayama. Tubuhnya memang sangat kurus dan kecil. Tidak seperti orang pada umumnya. Meski demikian, ia tidak suka dibilang "pendek" tidak sopan, tidak menghargai dan terlalu menyakitkan katanya. Memang benar, sebutan "pendek" terkesan menjelekkan meski kenyataan fisiknya begitu. Namun masih ada sebutan yang bisa diterima dengan baik olehnya, "kecil."
Adik Caca bernama Kiko, duduk dibangku kelas 2 SD. Ia sangat bandel dan tidak suka dilarang. Meski demikian, pasangan suami istri Yuka dan Yoko tetap menyayangi kedua buah hatinya. Yuka yang sebelumnya bekerja, kini harus berhenti sejak kelahiran Kiko dua tahun lalu. Sementara Yoko bekerja sebagai supervisor di perusahaan swasta. Dengan gaji pas-pasan, keduanya hidup serba sederhana. Keduanya sama-sama berusaha sekuat tenaga agar Caca bisa tumbuh tinggi dan berisi sesuai usianya.
Dua
Halaman sekolah nampak asri, rindang, dan sedap di pandang. Caca baru saja berjalan menuju ruang kelasnya.
"Hei, lihat ! Dia kurus sekali, pendek pula, kerdil." celoteh Beni.
"Bener-bener. Udah kurus, pendek, kerdil pula," sambung Tito.
"Lunglit doang ya? Aduh, kasihan.. Di kasih makan nggak sih?" cetus Riko. Beni, Tito, dan Riko memang setali tiga uang. Ketiganya sama-sama suka menghina orang.
Merah padam wajah gadis yang semula terlihat manis dan ceria karena baru memulai hari pagi yang cerah. Kini justru di jajah oleh teman sebayanya yang memang terkenal dengan kekayaan dan tinggi badan yang seimbang.
Gadis itu buru-buru pergi dengan wajah yang penuh amarah serta hati yang membara.
"Caca, tunggu!" teriak seorang gadis yang baru saja melihat Caca melesat pergi sekaligus mendengar hinaan dari trio cool.
"Dasar keterlaluan ! Kalian akan kena karma !" kata Hera yang juga turut merasa geram. Ia segera berlari mengejar Caca, temannya.
"Sudah Ca, jangan dimasukkan ke hati. Anggep aja nggak terjadi apa-apa pagi ini," Caca bergeming. Seolah telah menikmati rasa sakit atas ucapan yang sama sekali tidak berwujud rasa syukur terhadap Tuhan yang menciptakan mereka. Namun kerap kali membuat Caca merasa sial dan menyesal dengan kenyataan yang sangat buruk.
"Ca, percaya sama aku. Yakinkan dirimu jika tiap perbuatan pasti ada balasannya. Kamu nggak perlu membalasnya. Kamu cukup berdoa sama Allah SWT, supaya kamu dikuatkan, mereka disadarkan, dan kamu berubah total. Keep spirit dong Ca. Caca pasti bisa."
Mendengar pernyataan temannya, Caca terisak. Hera menghapus air mata Caca. "Udah, jangan nangis. Senyum dong Ca. Senyummm," kata Hera seraya menggerakkan kedua jari telunjuknya dan menggerakkan bibir Caca untuk tersenyum.
"Caca," panggil guru matematika. Caca yang sibuk membaca soal, kini mengacungkan tangan diantara teman-temannya yang berdiri . "Caca," panggil Pak Dwi kedua kali. Caca mengacungkan tangan lagi tanpa berpaling dari bukunya.
"CACA !" teriak Pak Dwi terdengar garang. "Dimana Caca?" sambung Pak Dwi. Teman-teman Caca mulaqi kembali ke tempat masing-masing.
"CACA !" teriak Pak Dwi lagi. "Ya, Pak?" sahutnya lembut.
"Kemana saja kamu? Dipanggil tidak angkat tangan malah diam saja. Telinga kamu dimana?"
"Maaf pak, saya sudah mengangkat tangan sejak pertama kali bapak memanggil saya."
"Mana buktinya? Saya tidak melihatnya."
"Tapi pak.. Eh aku tadi sudah angkat tangan kan?"
"Aku nggak lihat Ca. Aku lagi cari bolpen tadi," kata Hera.
"Makanya, kalau angkat tangan yang tinggi. Kalau bisa berdiri biar kelihatan. Masak, kelas 2 SMA badannya segitu. Kapan kamu tinggi!"
Caca merasa pedang yang tajam baru saja menusuk tubuhnya hingga berdarah dan menciut. Ia tak habis pikir mengapa orang-orang tidak bisa menghargai ciptaan Tuhan mereka sendiri. Padahal setiap orang sudah diciptakan dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Ya Allah, kuatkan aku, gumamnya lalu pergi meninggalkan kelas tanpa seizin Pak Dwi.
Ini bukan pertama kali Caca dihina guru. Entah sudah berapa banyak guru yang membuatnya terluka dengan berbagai rangkaian katanya.
***
Sepanjang menyusuri jalan menuju rumah, berbagai hinaan terdengar silih berganti menerobos telinga Caca. Dengan tubuh yang minim, Caca yang berseragam putih abu-abu menjadi bahan ejekan orang. Caca merasa menciut dan mempercepat kakinya mengayuh sepedanya. Ia tiba-tiba saja berhenti ketika melihat gadis yang sebaya dengannya hendak menyeberang jalanan ramai. Caca buru-buru menghampiri dan membantu untuk menyeberang. Dengan sebilah tongkat, dan lengan Caca yang melingkar dibahunya, ia menyeberang dengan selamat di jalan seberang.
"Sudah sampai," kata Caca. Gadis itu mengerahkan tangannya membentuk gerakan yang tidak dimengerti oleh Caca. Caca bersih keras untuk mencerna sandi yang diisyaratkan gadis itu. "Dia bilang terima kasih neng," kata orang yang baru saja melewati dua gadis diseberang jalan. Gadis itu mengangguk. "Oh ya sama-sama," kata Caca seraya tersenyum. Sepintas ia lupa jika banyak hinaan yang telah menghujam tubuhnya.
"Makasih bang," teriak Caca. Pemuda itu mengacungkan jempol pada Caca.
"Aku pulang dulu ya. Hati-hati di jalan," kata Caca lalu berdiri meninggalkan gadis tadi.
Jadi, dia buta dan bisu? Malang sekali. Tuh Ca bersyukur. Masih bisa melihat, masih bisa ngomong. Di luar sana masih banyak yang kurang beruntung. Maafin Caca Ya Allah...
***
Read more : https://www.wattpad.com/story/54233232-bersyukurlah
Kamis, 23 Juli 2015
Seuntai Kata : Aku Bukan Penulis
Entah mengapa aku mencintainya
Mungkin karena otak dan hatiku tlah diracuninya
Telingaku tlah ditulikannya
Mulutku tlah dibisukannya
Bahkan mataku tlah dibutakannya
Ia telah benar-benar menyihirku
Membuatku begitu tergila-gila padanya
Seolah telah mengidap kutukan sepanjang masa
Ia membuatku terus memikirkannya
Seolah tak diizinkannya berpaling sekejap saja
Semakin hari ia semakin membuatku gila
Setiap hari aku harus menulisnya menjadi rangkainan lebih indah
Tapi aku bukan penulis
Aku hanya mencoba menulis segala hal yang ku dapat
Merangkainya seunik dan seindah mungkin
Namun kini aku pun ingin menjadi penulis
Bukan yang hanya handal dalam menulis
Tapi juga yang handal dalam segala hal
Bukan tentang seberapa panjang dan bagusnya tulisan
Tapi tentang sebuah tulisan yang mampu dikenang sepanjang masa
Karena ku sadar segala hal yang terjadi tak akan selalu sama
Karena tokoh dan suasana tak akan menggambarkan
Hal yang sama persis untuk kesekian kalinya
April 2015
Sepucuk Surat Untuk Sahabat
Part 3
Adakah kau mengerti?
Betapa sesungguhnya kau berarti
Adakah kau pahami?
Betapa ku tak ingin kau pergi
Dan adakah kau sadari?
Betapa sakit hatiku saat kau campakkan aku
Kapan kau bisa bermain bersamaku?
Meluangkan sedetik waktumu
Menguras segala masalahmu
Menghanyutkan segala duka laramu
Dan menumbuhkan kebahagiaanmu
Adakah kau tahu?
Betapa sungguh aku merindukanmu
Rindu segala hal tentangmu
Kapan bisa main ke rumahku?
Ketawa bareng sama aku?
Nangis bareng sama aku?
Peduli dan perhatian sama aku?
Kapankan ku dapati itu?
Apa nanti? Suatu saat nanti?
Saat aku tak ada kabar lagi?
Saat aku pergi dan tak lagi kembali?
Barulah kau singgah kemari
Menangis dan melantunkan surat yasin dan tahlil
Dan kau curahkan segala penyesalanmu?
Apa saat itu kau baru akan sadar?
Ah sobat, saat itu kau jalankanpun
takkan berarti dan tak akan pernah berarti untukku
Karna saat itu aku tak lagi hidup denganmu
Takkan menyusahkan, merengek dan meminta bantuanmu
Ah sudahlah sobat, aku memang tak berarti untukmu
Lupakanlah aku yang menyusahkanmu
Dan MAAF kanlah aku
Simpan air matamu jangan menangis buatku
Oktober 2013
Ttd
Sahabatmu
Inka Ayu P.
Sepucuk Surat Untuk Ayah dan Ibu
Ayah... Ibu... Maafkan aku
Aku yang selalu membangkang, merepotkan,
meresahkan, terlebih lagi menjengkelkanmu
Ayah... Ibu... Aku tahu
Aku tak banyak berguna bagimu
Justru aku selalu memancing amarahmu
Hingga berkali-kali hatimu berdarah karenaku
Ayah... Ibu... Maafkan aku
Aku yang tak pernah bisa mewujudkan asamu
Asa yang semestinya kini tlah ku persembahkan padamu
Ayah... Ibu... maafkan aku
Aku hanya anak yang tak tahu diri
Yang selalu mengulangi segala kesalahanku
Tapi Ayah...Ibu... Terima kasih banyak ku ucapkan
Atas segala yang engkau berikan, perjuangkan,
Dan korbankan untukku tak henti mengalir tiap waktu
Ayah... Ibu... Aku tahu
Aku tak pernah bisa membahagiakan dan membanggakanmu
Namun bolehkah aku mendekap erat tubuhmu ?
Sebagai penawar rasa sepi dan sakit hatiku ini
Atas ketidakpastian dan fakta pahit yang meracuni jiwaku
Ayah... Ibu... satu hal yang perlu kau tahu
Jika sesungguhnya aku sangat bahagia, beruntung, dan
Bersyukur mempunyai orang tua sepertimu
Namun maafkan aku yang selalu menjengkelkanmu
Karena tanpa maafmu
Tak dapatku arungi hidup ini dengan lega hati
Ayah... Ibu... Perlu kau tahu
Jika di balik segala sikapku itu
Sesungguhnya aku sangat menyayangi dan mencintaimu
Sampai nanti, sampai aku pergi dan kembali lagi padamu
Dalam dunia lain yang jauh lebih kekal dari dunia kini
Februari 2013
''Jika Esok Ku Pergi''
Jika esok ku pergi
Maka ini pertemuan terakhir
Jika esok ku pergi
Maka ini canda terakhir
Jika esok ku pergi
Maka ini senyum terakhir
Dan jika benar esok ku pergi
Maka hari ini hari terakhir
Ayah... Ibu...
Maafkan anakmu yg selalu salah ini
Sering ku membangkangmu
Serta mengabaikan nasehatmu
Segala yang kau beri sungguh berarti
Berawal dari ujung kepala hingga kaki
Kau perkenalkan semua padaku
Tentang kehidupanku
Terima kasih…
Jasa-jasamu terukir
dan takkan tergantikan
Karena Ayah & Ibu ku sayang selalu
Ibu, jika benar esok ku pergi
Mandikan aku tuk terakhir kali
Serta peluk cium dan belai lembut aku
Ayah, jika benar esok ku pergi
Pejamkan mataku, peluk cium & belai lembut aku
Karna itu akan jadi yg terakhir
Seusai itu, tak ada lagi aku
Yang slalu mengesalkan dan
Menjengkelkan hatimu karna ulahku
Ayah... Ibu...
Selamat tinggal untuk selamanya...
Kini, aku tak lagi bersamamu…
Mei 2012
ttd
Anakmu
Inka Ayu P.
Hati Sahabat
Hatiku berdarah, menjerit tak henti
Dalam hujan ku harap kan henti
Hingga mentari sinari gelapnya hari
Kelopak mataku tak mampu membendung
Hingga hujan deras menghapus kebahagiaanku
Menenggelamkanku dalam lautan keterasingan
Ketika ku menghargai seseorang dalam segala hal
Namun tak dapat balasan bahkan selalu terabaikan, dilupakan
Aku tak memintanya untuk membalas
Tapi setidaknya ia bisa menghargaiku
Apa dan bagaimanapun bentukku
Berharap kau kan selalu menghiasi langit hidupku
Menjadi bintang yang berkedip paling gemilang
Meski langitku mendung, namun kau coba cerahkan
Tanpa membuatku teteskan air hujan
Menenggelamkan ku dalam banjir kecemburuan
Saat ku melihatmu lebih dekat dengan orang lain
Sedang saat kau bersamaku
Tak pernah kau sedekat itu padaku
Jika tiap detik kau tak menghiraukanku
Hatiku bagai kaca yang kau jatuhkan
hingga terurai terpisahkan
Sedang sisanya menusuk telapak kaki ku
Betapa hancurnya saat kau tak menghiraukanku
Terlebih lagi saat kau tak pernah mengajakku bercerita
Kau tinggalkanku sendiri di hutan tak berpenghuni
Merasakan betapa dahsyatnya kesedihan diri
Sedang kau pergi ke kota bersamanya
Asyik bercerita tanpa terfikir
Di benakmu sepintas tentangku
Kau kan jadi bintang sejati yang selalu menerangi
Dan tak henti berkelip dalam langit hidupku
Lukisan tawa dan suka begitu menawan
Serta goresan luka warnai hariku
Namun kau tetap orang yang ku sayang dalam hidupku
Kamis, 16 Juli 2015
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H
Aku tidak tahu hingga berapa lama waktuku di dunia, begitupun dengan keluargaku. Namun selagi masih dimampukan Allah SWT untuk bernafas, berdiri bahkan berlari. Maka tak patut rasanya jika kesempatan itu di sia-siakan begitu saja. Sementara banyak ahli kubur yang ingin kembali terbangun dan menyembah lagi kepada Tuhannya. Karena semua hal yang dilahirkan, pada akhirnya juga akan kembali kepadaNya. Sementara kita tidak tahu kapan Allah kan memanggil kita, maka berdoalah, bertawakkallah, beristiqomahlah, dan bersyukurlah kepadaNya.
Taqabbalallahu Minna Wa Minkum, Shiyamana wa Shiyamakum wa Ahalahullahu 'alaik •
(semoga Allah menerima amalan dari kami dan darimu, juga diterimaNya puasaku dan puasamu sekalian, serta semoga Allah menyempurnakannya) •
Ja'alanallahu Minal Aidzin Wal Faidzin •
(Semoga Allah menjadikan kita bagian dari orang-orang yang kembali fitrah/suci & orang-orang yang menang) • aamiin🙏🙏🙏
Inka Ayu & keluarga besar mengucapkan mohon maaf lahir dan batin sedalam-dalamnya. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436H.
Semoga Allah SWT masih akan mempertemukan kita dengan keluarga yang utuh di Bulan Suci dan Hari Raya pada tahun-tahun selanjutnya. Aamiin🙏🙏🙏 Kunfa Yakun🙏🙏🙏
#IAP
Sabtu, 30 Mei 2015
Rabu, 27 Mei 2015
Senin, 11 Mei 2015
Persahabatan part 2
Persahabatan bukan tentang harta, tahta maupun fisik. Tapi tentang sebuah pertemuan, kebersamaan dan kebahagiaan yang mampu tercipta satu kali dalam kurun waktu tertentu. Kita bisa saja mencoba untuk mengulang hal itu, tapi tokoh dan suasana tak mungkin menggambarkan hal yang sama persis untuk kesekian kalinya. Persahabatan ibarat sebuah ombak. Suka atau duka di lalui bersama. Kita harus berlari maju menjilat pasir putih ketika angin mendorongnya. Dan kita harus berlari mundur ketika angin telah berlalu beralih pada belahan bumi yang lain. Karena tokoh dan suasana tak mungkin menggambarkan hal yang sama, maka "Jangan sia-siakan seseorang yang sungguh² peduli dan mewarnai hidup anda. Karena kita tidak tahu sedetik yang akan datang entah ia masih akan berjuang mempertahankan segala hal untuk diberikan pada kita atau justru berhenti begitu saja dan menghilang secara tiba-tiba dari kehidupan kita untuk selamanya".
Minggu, 05 April 2015
Sabtu, 04 April 2015
Sepi
Sepi
Ketika tiada lagi suara memanggil diri. Seolah yang tersisa hanya puing-puing berkas suara kemarin hari. Tiada yang bisa ku dengar disini. Tiada tempat bertanya dan mengadu disini selain pada Illahi. Tiada yang bisa ku lakukan selain duduk terdiam, murung, merenung dan berdoa pada Illahi berharap malaikat kan datang kemari. Memecah sepi, menghapus perih dan menghadirkan kebahagiaan diri.
Senin, 23 Maret 2015
Sebagian 2025
Awal tahun 2025 menjadi pembuka untuk memulai pelajaran baru, dalam rangka menambah kemampuan. Kali ini dimulai dengan mengikuti workshop pe...
-
Hai, 2024. Makin ke sini kian jarang buka, nulis, dan posting di blog ya. Maaf ya, aku sibuk belajar banyak hal: menulis skrip film dan men...
-
Menyemai kebaikan tidak perlu menunggu kaya raya. Banyak hal yang bisa kita bagikan kepada sesama. Sebagaimana kutipan Surah Al Hadid ayat 1...
-
Negatif yang Positif (3) Seri Anak dan Orang Tua "Dari mana aja? Kenapa baru pulang?" sapa ibu dengan nada bicara tinggi. Si an...










