­

NASIHAT DIRI: HIDUP INI BUKAN HANYA TENTANG KITA

November 04, 2018

Tidak ada pemberitahuan apa pun kepada siapa pun saat saya sedang di taman dan menunggu hujan. Saya sangat berharap jika hujan mampu menghapus semua keresahan, ketakutan, dan semua hal negatif yang berkumpul dalam pikir.

Sore itu, mentari masih bersinar. Cahayanya memberikan kehangatan meski angin berembus cukup sering dan menerbangkan debu hingga mengusik mata. Kelimpanan.

Saya menunduk sambil mengusap-usap mata, berharap debu yang singgah akan hilang, pun dengan rasa gatal yang bersemayam. Dalam hati mengeluh sambil kecewa, belum hujan juga hingga hari ini.

Ada yang mau melanjutkan  ceritanya?

"Kok nggak bilang kalau ke sini?"
Seketika saya menahan napas. Mata saya memelotot begitu mendengar suara seseorang. Suara itu... Itu suaramu. Suara yang terdengar amat dekat, seperti tepat di belakang saya. Saya tidak berani menoleh. Saya tidak sanggup... Saya bahkan memejamkan mata seraya berharap bahwa ini halusinasi saja.
"Masih kepikiran?"
Saya masih bungkam.
"Memangnya seseram itu wajah saya sampai kamu merem gitu? Saya tersinggung lho."
Ya Tuhan, dia benar-benar nyata, batin saya. Tak ada pilihan lain selain membuka mata dan bersikap biasa saja, meski jantung ini berdegup huru-hara. Norak memang.

Hayooo, lanjutannya apa?

"Saya kan sudah bilang, jangan dipikirkan."
Saya membantah, "Tapi..."
"Sebaik apa pun seseorang, tetap ada yang tidak suka. Setiap orang punya prinsip, selera, pola pikir, pola perilaku, dan sebagainya yang berbeda," kamu melanjutkan argumen.
Kenapa dia bisa tahu kalau saya sedang memikirkan itu sambil menunggu hujan.
"Nggak ada yang benar-benar sama. Coba bayangkan kalau semuanya sama. Nggak berwarna. Nggak ada variasinya. Monoton."
Lagi-lagi ucapanmu benar.
"Kamu tahu itu, kan?"
Saya mengangguk.

Lanjutannya apa ya?

"Hidup ini bukan hanya tentang kamu dan atau saya. Tapi semuanya. Allah. Semesta. Orangtua. Saudara. Sahabat. Teman."
Saya suka kamu yang selalu mengingatkan tanpa menghakimi.
"Kalau curhat ke siapa pun, jangan mau menang sendiri. Setidaknya kasih feedback. Kamu curhat, terus balik tanya, kamu sendiri gimana kabarnya? Ada yang mau diceritain? Cerita aja. Masa aku terus yang cerita? Aku juga pengin dengar ceritamu. Pengin tahu gimana kehidupanmu. Gitu, Ink. Jangan mau didengarkan terus, tapi maulah untuk mendengarkan."
Bagaimana? Sudah merasa tertohok?

Menohok.
Dan sejak hari itu, saya berupaya menanyakan kabar. Meski tidak ke semua teman. Dari film AADC dan beberapa novel yang saya baca itulah yang menyadarkan saya bahwa mendengar cerita orang lain juga perlu. Bukan untuk menghakimi, tapi untuk menyemangati. Bukan untuk menyebarluaskan lalu mencemooh dan menertawakan di belakang, tapi untuk mendukung, barangkali dia sudah terlalu lelah menyimpannya sendiri. Bahwa sesuatu yang terlalu banyak disimpan sendiri dan membebani diri, lama-lama juga akan meledak. Dan jika ledakan itu negatif, nyawa pun terancam.
Apakah Anda juga berpikir sejauh itu? Tentang nyawa seseorang. Seseorang yang dekat dengan Anda. Bukan hanya tentang nyawa Anda.

Yuk, peduli pada sesama. Jangan mudah memberikan stempel/cap pada orang lain saat mereka baru sekali-dua kali lalai. Jangan mudah menghakimi. Jangan mudah iri dengki. Tapi terus mendukung. Terus menyemangati. Percaya bahwa semua usaha akan membuahkan hasil, meski mungkin kita tak ikut menikmati kesuksesan orang lain yang dulunya selalu meminta pendapat kita. Selalu lah ingat bahwa Allah tidak tidur. Dia berkehendak untuk segalanya. Dan tidak ada yang pernah benar-benar sendiri, sebab Allah selalu mendampingi. Selamat malam😊
Kalau mau komen, silakan. Saya lebih senang dapat komen daripada didiemin. Apalagi kalau komennya membangun💜

O ya, seperti ketika orang terdekat Anda yang berpembawaan ceria, banyak dan sering bercerita, lalu mendadak murung, sedikit bicara, atau bahkan tidak mengucap satu kata pun. Apakah Anda tidak curiga? Apakah tidak tergerak untuk bertanya?
Kalau jawabnya tidak, wah, sayang sekali. Padahal bukan cuma Anda yang butuh dia, tapi sebaliknya juga: dia butuh Anda😊



Sidoarjo, 4/11/18

Tertanda
Yang mencoba memahami dan memaknai hidup plus terima nasib, tapi tetap berusaha dan berserah diri.

You Might Also Like

0 Comments

Popular Posts