­

Bandung Punya Cerita - Bagian Tiga

Desember 20, 2018

Setelah penjelajahan di Floating Market berakhir, kami melanjutkan perjalanan ke Farm House. Kami mendapatkan selembar tiket bergambar botol susu dan juga yang dalam kemasan gelas. Di sini ada spot-spot foto yang berbayar. Berhubung saya tidak ke spot tersebut dan tidak bertanya, maka saya tidak tahu berapa biaya masuknya, haha.


Di pelataran Farm House, ada beberapa kios dengan gaya unik, yang menjual beragam dagangan. Mulai dari makanan dan minuman, pernak-pernik, dan juga bunga-bunga.

Sebelum masuk, saya berfoto dengan teman sekelas, lalu lanjut dengan teman setim. Ketiga teman saya menukarkan voucher tersebut ke kedai susu berdinding putih, pun dengan pembatas untuk jalur antre dan keluar. Saya tidak menukarkan voucher, sebab tidak ingin minum susu demi menjaga kesehatan tubuh, wkwk. Alias tak mau repot dengan dua hal menyebalkan yang harus dijaga demi tidak merepotkan siapa pun, termasuk diri saya sendiri.

Memasuki Farm House, kami disambut dengan dinding dari tumbuhan, lalu beberapa bunga, juga ada air terjun mini. Kemudian ada taman, juga bangunan-bangunan besar dengan gaya arsitektur Eropa. Di area ini juga ada banyak kios yang bisa dikunjungi dan barangnya boleh dibawa pulang, asalkan dibayar dulu. Yaiyalah, haha.

Di area ini juga ada tempat sewa kostum khas seperti orang Eropa dengan gaun yang lebar dan mengembang. Juga ada kostum untuk laki-laki. Ada spot untuk foto juga di lantai dua yang tempatnya terbuka dan terlihat bagus. Atau bisa juga berkeliling untuk mencari spot foto yang sesuai dengan kostumnya.

Di tempat berikutnya, setelah kafe dengan eksterior bangunan yang ciamik, ada tempat bersantai juga di lantai dua. Ada beberapa pohon yang menaungi, juga tempat duduk yang biasa digunakan untuk berjemur.

Selanjutnya, ada spot yang tak kalah menarik, bangunan kecil serupa rumah dengan eksterior yang cantik untuk diabadikan dengan kamera. Di masing-masing  rumah tersebut juga ada nama, salah satunya Farmers Market--yang sayangnya saya lewatkan karena di sana ramai. Saya hanya melihat sekilas, memotretnya, lalu beralih ke lokasi lain.

Di tempat yang baru saja saya pijaki ternyata cukup tinggi. Pagar hitam memberikan batas bagi pengunjung untuk tidak melampauinya. Kecuali pengunjung tersebut ingin mengakhiri hidupnya dengan terjun bebas ke area persawahan yang dibingkai pepohonan. Jangankan terjun, melihat sekilas, bersandar di pagar pun saya merinding. Sebagaimana si overthinking sekaligus overnegativethinking, pikiran saya jelas ke mana-mana dan menjurus ke "sana". Maka, setelah merasa cukup untuk memotret, saya segera menjauh dari tapal batas. Saya masih mau hidup.



Ps. Ini masih hari petama dan perjalanan belum berakhir!
Nantikan kelanjutan ceritanya, ya!

Sidoarjo, 02/12/18

Ttd,
Perindu Bandung

You Might Also Like

0 Comments

Popular Posts