Cara Mengelola Rasa Iri a la Inka
Desember 06, 2018Kira-kira, berapa banyak manusia yang tidak iri terhadap orang lain, ya? Mungkin jumlahnya jauh lebih kecil daripada orang-orang yang iri. Apalagi kalau rasa iri ini tidak dikelola dengan baik, tentu bisa menjadi petaka.
Lantas, bagaimana cara mengelola rasa iri, bahkan menaklukkannya?
Tak bisa saya pungkiri, meski sebetulnya enggan saya akui bahwa salah satu cita-cita saya adalah menjadi penulis dan menerbitkan banyak buku, terutama karya sendiri atau buku solo. Namun, sudah bertahun-tahun menulis--meski mungkin lamanya saya belajar menulis belum setara dengan penulis senior atau yang sudah berpengalaman--belum ada buku solo yang terbit. Mayoritas karya saya yang terbit adalah dari banyak karya orang yang dikumpulkan, lalu dibukukan. Atau lebih familier disebut sebagai buku antologi.
Beberapa tahun lalu saat penerbit-penerbit besar--berbadan hukum, atau lebih dikenal dengan sebutan penerbit mayor atau yang tidak memungut sepeser pun biaya untuk menerbitkan buku--belusukan atau menyelam di dunia oranye atau Wattpad. Kemudian banyak karya-karya yang "dipinang". Diterbitkan. Apalagi dengan label "telah dibaca sekian juta kali di wattpad", saya minder. Makin ke sini kian minder. Tambah minder lagi saat viewers atau readers, juga followers adalah ladang "laba". Yap, perusahaan mana sih yang nggak mau dapat profit? Nggak ada kan? Nah, itu, saya sudah coba beragam cara, tapi followers, readers, juga viewers saya tetap sedikit di dunia oranye. Tidak sampai 300 orang. Makin-makin minderlah saya, haha. Lalu perlahan melupakan ambisi untuk menerbitkan buku sampai sekarang, huhu. Tapi masih berharap dan berusaha juga agar bisa terwujud.
Nggak cuma di situ. Hal itu juga saya barengi dengan melamar penerbit. Yas, saya menawarkan atau mengajukan naskah sejak beberapa tahun lalu. Masa tunggu jawaban dari lamaran saya pun beragam, mulai kurang dari satu bulan sampai bertahun-tahun! Iya, untuk memperoleh konfirmasi "diterima dan akan diterbitkan atau ditolak dan tidak atau belum cocok untuk diterbitkan" bisa memakan waktu selama itu. Kudu suabaaar, huhu. Apalagi untuk calon penulis yang belum punya "nama".
Halah, kan bisa dilupain.
Apa? Dilupain kamu bilang? Masa sih, kamu bisa secepat itu lupa kalau habis menyatakan cinta tapi belum dapat jawaban apa-apa sampai segitu lamanya. Masa sih nggak kepikiran bakal dijawab gimana, atau ungkapan perasaanmu itu dianggap atau diperlakukan seperti apa...
Gimana? Bisa secepat itu melupakan? Enggak, kan? Haha.
Bahkan prinsip yang saya temukan entah di mana dan lupa: tulis, kirim, lupakan. Agaknya berpengaruh. Lumayan, nggak stress-stress amat, wkwk. Berasa melamar calon pendamping hidup beneran kan?
Jadi, gimana jawaban atas lamaranmu, Ink?
Ditolak! Entah sudah berapa kali ditolak! Terus diajuin lagi. Ditolak! Terus diajuin lagi. Kurang sabar apa saya tuh, disakiti tapi nggak kapok wkwk, meskipun galau dulu dong berhari-hari. Sambat dulu dong. Nangis dulu dong. Marah-marah dulu dong, sebelum akhirnya bisa move on! Yay! Bisa move on itu salah satu anugerah terindah lho! Apalagi dapat dukungan lagi dari teman-teman.
Lalu saya balik lagi ke diri sendiri. Mempertanyakan apa yang sempat dibulatkan dan seambisius itu. Sebetulnya, apa yang saya cari dari nerbitin buku itu? Tenar? Royalti? Sombong? Pamer? Atau apa?
Kemudian saya berkaca lagi. Menarik diri lagi. Menjauh dari segala yang saya ambisikan. Setelah sempat merasa pantas, tapi nyatanya tidak. O, bukan tidak. Mungkin hanya belum. Semua butuh waktu. Semua butuh proses. Dan saya juga tak ingin menulis omong kosong. Apalagi kalau omong kosong itu dibaca banyak orang. Bisa-bisa marah atau malah bikin dosa jariyah. Astagfirullah. Naudzubillahi mindzalik.
Nggak cuma masalah nerbitin buku. Selain di dunia perbukuan dan penerbitan itu, buanyak hal yang membuat saya iri. Contoh: teman-teman punya ini-itu baru, sedangkan saya nggak gitu. Teman-teman dapat ini-itu tanpa susah payah, sedangkan saya mesti berusaha ekstra, dan sebagainya.
Lantas, apa yang saya lakukan?
1. Menarik diri atau jaga jarak dari segala kegiatan
Sepulang kuliah, langsung pulang. Atau kalau pagi, sampai di kampusnya telat atau mepet jam masuk. Jaga jarak sama organisasi-organisasi beserta anggotanya. Pokoknya nggak banyak ketemu dan ngobrol sama orang! Tujuannya apa? Untuk mengurangi obrolan sama teman-teman yang berpotensi menyakiti hati. Apalagi saya orangnya sinis dan ketus ya kan. Yang dikhawatirkan dari ketemu sama subjek yang diiri-in ataupun teman-teman? Saya gelap mata, haha. Makanya nggak mau lama-lama, wkwk.
2. Menyendiri dan merenung
Untuk memikirkan lagi kenapa saya iri? Kenapa harus seiri ini? Kenapa harus sesakit ini? Dan hal-hal negatif dan meremehkan si subjek tadi.
Kemudian mulai berusaha berpikir jernih. Apa saya bisa seperti dia?
Untuk berkaca lagi.
Apa saya sudah pantas dengan kemauan saya yang seperti ini? Siapa yang akan mendukung saya? Saya kan nggak punya pac*r, sahabat, dan kawan-kawannya seperti dia. Terus berusaha memupuk diri untuk bertumbuh dan berkembang.
3. Kokohkan pondasi
Nggak mau dong, tenggelam dalam keterpurukan? Ya nggaklah.
Nggak mau dong, lukanya nggak segera kering? Ya nggak mau lah. Lalu, ngapain? Ya BERUSAHA dong! Berusaha yang gimana? Pertama, NIAT! Niatkan semua yang akan dilakukan adalah hanya KARENA ALLAH. Bukan untuk dipuji orang tua, pac*r, sahabat, orang yang bikin iri, dosen, gebetan, selingkuhan, dan sebagainya. Lakukan dengan tulus. Sebisa mungkin tidak berharap bahwa apa yang kita lakukan untuk orang lain, kemudian mereka akan bersedia melakukan hal yang sama seperti yang kita lakukan. Nggak! Nggak semua orang bersedia seperti itu. Bagaimana cara melihat ketulusan? Saya... Nggak tahu. Sejauh ini, belum pernah saya temui orang yang benar-benar tulus, sekalipun itu kedua orang tua. Mengapa, sebab masih saya dengar "minta imbalan", meski memang sudah seharusnya diberi imbalan.
4. Lakukan! Tunggu apa lagi?
Yap, MELAKUKAN apa yang sudah seharusnya dilakukan. Mau nerbitin buku, ya nulis dulu, direvisi, lalu dikirim dengan niat dan doa yang baik, meski mungkin hasilnya nggak baik. Lalu PASRAHKAN kepada ALLAH! Serahkan semuanya. Percayalah bahwa Allah akan memberikan yang terbaik. Ingat, Allah menjawab dengan tiga hal: ya, tidak, dan diganti dengan yang lain. Nggak semua yang kamu harapkan sekarang bisa terwujud saat ini juga kan? Itu. Sabar. S-A-B-A-R. Jangan kayak saya yang nggak sabaran, haha.
5. Jangan menyerah
(Jangan kayak saya, haha, sedikit gampang nyerah, wkwk, payah!) Iya dong, JANGAN NYERAH dong. Sesulit apa pun keadaan, semua pasti ada jalan keluar. Percayalah! ALLAH TIDAK TIDUR, Sayang. Pasti akan Allah beri, meski tidak saat itu juga. Dan, sudah banyak bukti, kan, kalau usaha takkan mengkhianati hasil?
Apa? Kamu masih iri juga? Malah makin-makin panas sampai hatimu kebakaran?
Waduh, gimana lagi ya?
Mmm.
6. Bertanya pada subjek yang bikin kamu iri
Yuhuuu, saya sudah pernah melakukannya! Meski sulit, malas, dan jijik setengah mati, wkwk. Ternyata setelah ngobrol, sayanya aja yang pendengki wkwk. Dan senang karena responsnya bagus. Lalu diam-diam, dalam hati saya mengiakan: pantas sukses, dia orangnya begini. Saya mah apa, serpihan bumbu balado di janjanannya :v Ada banyak tipe manusia, kan? Kadang, ada yang mesti diminta dulu baru dikasih. Kadang ada yang belum ditanya tapi sudah dijelasin duluan. Yang tipe kedua nih, favorit saya! Saya tuh suka diceritain! Ceritainlahhh. Siapa tahu nanti saya tertarik untuk menuliskannya, ya kan?
7. Bersyukurlah
Menengadah, untuk melihat mereka yang lebih "berada atau berpunya", boleh. Menunduk, untuk melihat mereka yang (maaf) mungkin kondisinya di bawah kita, boleh. Asal nggak lupa menatap lurus lagi. Ingat lagi, berhasil atau tidaknya sesuatu, kita sudah berusaha entah itu seratus persen atau setengah hati. Dan yang lebih penting dari sekian banyak kerumitan yang kita terima, dan ini lebih mahal harganya, dan tidak boleh disia-siakan adalah...
Kesehatan.
Tanpa kesehatan, kita tentu tidak bisa beraktivitas normal. Bisa menghirup oksigen tanpa sesak napas dan alat bantu, adalah salah satu anugerah yang patut disyukuri. JANGAN LUPA BERSYUKUR! Bersyukur bisa dilakukan dengan banyak hal. Bisa dicari di google ya!
Sudah, itu dulu. Kalau ada tip lagi, saya update ya. Selamat iri! Eh, selamat malam maksudnya.
Sidoarjo, 6/12/18
Salam,
Si Iri yang Berusaha Menaklukkan Iri
0 Comments