Saya benci saat-saat resah. Tapi di sisi lain, saya menyukainya. Mungkin tanpa merasa resah, kehidupan akan terasa begitu mudah, tak ada kelokan, tak ada tikungan tajam, tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Tapi karena resah, segalanya terasa berkecamuk. Hal-hal yang nggak seharusnya dipikirkan jadi terpikirkan dan menjelma beban yang terus bergelayut, tak mau turun. Berikutnya, menurunkan pola pikir, pola makan, dan juga mood. Menyedihkan sekali.
Saya benci saat-saat harus membenci diri sendiri karena merasa payah. Segalanya dikendalikan oleh mood. Padahal seharusnya saya lah yang mengendalikan mood.
"Males makan. Nggak mood."
Padahal sambat lagi sakit. Sebenernya, yang ngeselin itu mood atau diri sendiri sih?
Ada saat-saat di mana mood terasa begitu leluasa merajai diri. Merenggut semangat atau membuatnya makin membara, jadi ambisius. Setidaknya mood positif itu seribu kali lebih baik daripada mood negatif. Meski ambisius, setidaknya akan menuju pada yang ingin dicapai.
Beda halnya dengan mood negatif. Sewot mulu. Sinis mulu. Nyinyir mulu. Nggak sehat banget pokoknya kalau sudah si mood negatif yang nempel.
Kamis, 16 Januari 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Sebagian 2025
Awal tahun 2025 menjadi pembuka untuk memulai pelajaran baru, dalam rangka menambah kemampuan. Kali ini dimulai dengan mengikuti workshop pe...
-
Hai, 2024. Makin ke sini kian jarang buka, nulis, dan posting di blog ya. Maaf ya, aku sibuk belajar banyak hal: menulis skrip film dan men...
-
Menyemai kebaikan tidak perlu menunggu kaya raya. Banyak hal yang bisa kita bagikan kepada sesama. Sebagaimana kutipan Surah Al Hadid ayat 1...
-
Negatif yang Positif (3) Seri Anak dan Orang Tua "Dari mana aja? Kenapa baru pulang?" sapa ibu dengan nada bicara tinggi. Si an...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar